Padi adalah tanaman unik karena mampu tumbuh di dalam keadaan hidrologi, type tanah, iklim yang berbeda, dan satu satunya tanaman serealia yang tumbuh di lahan basah. Salah satu ancaman terhadap budidaya padi adalah tambah menurunnya ketersediaan air.
Penyebab penurunan ketersediaan air beragam dan berwujud tertentu tetapi kebanyakan berlangsung penurunaan mutu dan sumber air, tidak berfungsinya proses irigasi dan meningkatnya kompetisi keperluan air andaikata untuk perumahan dan industri.
Hal berikut menjadi ancaman bagi ketersediaan pangan yang berkelanjutan, padahal praktek pengelolaan air lahan sawah di tingkat petani kebanyakan dijalankan penggenangan secara konsisten menerus, oleh karena itu diperlukan pengelolaan air diantaranya dengan menerapkan teknologi irit air.
Prinsip teknologi irit air adalah mengurangi aliran yang tidak produktif seperti rembesan, perkolasi, dan evaporasi, serta memelihara aliran transpirasi. Hal berikut mampu dijalankan merasa kala persiapan lahan, tanam, dan selama perkembangan tanaman. Salah satu alternatif teknologi dalam pengelolaan air Water Meter Amico adalah Alternate Wetting and Drying (AWD) atau Pengairan Basah Kering (PBK). Teknologi ini udah diadaptasi di negara-negara penghasil padi seperti China, India, Philipina, dan Indonesia.
Prinsip dari penerapan PBK adalah memonitor kedalaman air dengan menggunakan alat bantu berwujud pipa. Setelah lahan sawah diairi, kedalaman air bakal alami penurunan secara gradual. Ketika kedalaman air raih 15 cm di bawah permukaan tanah, lahan sawah kembali diairi sampai ketinggian kurang lebih 5 cm.
Pada kala tanaman padi berbunga, tinggi genangan air dipertahankan 5 cm untuk menjauhkan stress air yang berpotensi turunkan hasil. Batas kedalaman air 15 cm ini dikenal dengan PBK safe (safe AWD) yang artinya bahwa kedalaman air sampai batas berikut tidak bakal mengakibatkan penurunan hasil yang penting karena akar tanaman padi masih mampu menyerap air dari zona perakaran.
Setelah itu, terhadap fase pengisian dan pemasakan, PBK mampu dijalankan kembali. Apabila terdapat banyak gulma terhadap kala awal pertumbuhan, PBK mampu ditunda 2 sampai 3 minggu sampai gulma mampu ditekan.
Pipa paralon (PVC) mampu digunakan sebagai alat teknologi PBK untuk mengamati air di bawah permukaan. Pipa mampu diganti dengan bahan lain seperti bambu atau bahan lainnya. Banyaknya alat yang diperlukan tergantung terhadap tofografi lahan, satu alat mampu mewakili luasan 500 m2, tetapi terhadap kemiringan 3 – 5% satu unit alat mewakili 100 m2. Pipa berukuran 35 cm dibenamkan sedalam 20 cm, sehingga tinggi pipa dari permukaan tanah adalah 15 cm, kemudian tanah di dalam pipa dikeluarkan.
Untuk tahapan pengkajian atau uji coba, petani memonitor/mengukur kedalaman air di dalam pipa tiap-tiap interval kala 2 hari dan melakukan teknik basah kering (pengairan lahan sawah) cocok dengan prinsif PBK. Setelah petani percaya PBK tidak turunkan hasil secara nyata, pipa yang dibenamkan memadai 15 cm cocok dengan PBK safe dan tidak kudu kembali mengukur dengan mistar. Petani pun mampu coba membuat perubahan batas PBK safe yaitu dengan meningkatkan batas kedalaman wajah air untuk diairi andaikata 20 cm, 25 cm, dan 30 cm.
Manfaat dari pemakaian teknologi ini pada lain mampu disinergikan dengan pemupukan, karena serapan hara tinggi berlangsung terhadap keadaan tanah basah-kering, selain itu termasuk mampu menghimpit keracunan tanaman akibat akumulasi besi (Fe) dalam tanah.
Apabila dikombinasikan dengan pengendalian gulma menggunakan cara manual dan pemupukan, maka pupuk mampu bercampur dengan tanah sehingga pemakaiannya lebih efisien, teknologi ini termasuk mampu menghambat perembangan hama (penggerek batang, wereng coklat, keong mas) dan penyakit busuk batang dan busuk pelepah daun, tanaman padi termasuk lebih tahan rebah karena system perakaran yang lebih dalam.